Sekretaris Lurah Cimahpar, Derio Alfianda menyampaikan, penentuan prioritas didasarkan pada usulan RT dan RW, terutama wilayah yang kondisinya sangat membutuhkan penanganan segera. Salah satu yang menjadi sorotan adalah tebing di RW 9 yang sudah hampir tiga tahun belum diperbaiki dan dinilai rawan karena berada di aliran sungai.
“Itu titik-titik prioritas yang kita usulkan karena memang sangat urgent,” ujar Derio, Selasa 16 Desember 2025.
Selain tebing rawan, usulan prioritas lainnya meliputi pemasangan Penerangan Jalan Umum (PJU) di kawasan permukiman yang masih gelap, terutama di wilayah dengan akses cukup dalam dan belum terjangkau lampu jalan.
“Pembangunan dan perbaikan jalan setapak juga menjadi perhatian, salah satunya di RW 11 yang masih banyak belum terakomodasi,” kata Derio.
Secara keseluruhan, Derio mengatakan, terdapat sekitar 17 usulan yang diajukan dalam Musrenbang. Namun dari jumlah tersebut, sekitar 7 hingga 10 usulan dinyatakan berpeluang besar untuk disetujui.
“Mayoritas usulan tersebut bergerak di sektor infrastruktur. Ke depannya kita memang fokus dulu ke infrastruktur, karena itu kebutuhan masyarakat,” jelasnya.
Sementara untuk sektor pendidikan, Derio memastikan kondisinya relatif aman. Beberapa pembangunan sekolah di wilayah Cimahpar telah rampung, termasuk pembangunan dan penambahan ruang kelas di sejumlah SD dan SMP.
Dalam Musrenbang tersebut juga dibahas strategi pendanaan, termasuk kolaborasi dengan anggota dewan melalui pokok-pokok pikiran (pokir). Langkah ini ditempuh untuk mengakomodasi kebutuhan yang belum bisa dibiayai dari anggaran pemerintah.
“Kita minta bantuan dari pokir dewan, misalnya satu orang Rp100 juta, nanti bisa dikolaborasikan untuk titik-titik prioritas,” ungkapnya.
Terkait kebijakan efisiensi anggaran, ia menegaskan tidak ada pengurangan jumlah usulan. Pemangkasan lebih diarahkan pada pos kegiatan yang dinilai tidak terlalu penting, seperti anggaran makan dan minum.
“Usulan tetap, enggak ada yang berkurang. Yang dipotong itu kegiatan yang sekiranya tidak perlu, supaya anggaran bisa dialihkan ke pembangunan yang lebih urgent,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kelurahan Cimahpar, Ade Saepuloh menambahkan, bahwa untuk Rancangan APBD (RAPBD) 2027, usulan masih didominasi pembangunan fisik, meskipun ada juga dari sektor ekonomi dan pemerintahan.
“Karena keterbatasan anggaran Kota Bogor, setiap bidang hanya bisa mengusulkan satu prioritas kegiatan untuk 2027,” ujarnya.
Menurut Ade, pembangunan TPT menjadi kebutuhan paling mendesak mengingat kondisi geografis Cimahpar yang rawan longsor.
“Yang paling urgen di Cimahpar itu TPT. Karena wilayahnya memang rentan longsor. Tapi anggarannya besar, di atas Rp500 juta, sehingga harus melalui anggaran pusat karena APBD tidak akan cukup,” katanya.
Ia menyebutkan, terdapat sedikitnya lima titik TPT yang menjadi prioritas di Kelurahan Cimahpar, yakni di RW 4, RW 5, RW 8, RW 10, dan satu titik lainnya yang dinilai sangat rawan. “Lima titik itu yang paling urgen dan perlu segera ditangani demi keselamatan warga,” pungkasnya.






