google.com, pub-5346884408791712, DIRECT, f08c47fec0942fa0

Kecelakaan Kerja di SDN Gang Aut, Pakar IPB Soroti Gagalnya Sistem Perlindungan K3

BERITA1BOGOR – Pakar Institut Pertanian Bogor (IPB) University, Prof. Dr. Efi Yuliati Yovi, S.Hut., M. Life Env. Sc., soroti kecelakaan kerja yang terjadi di SDN Gang Aut Kota Bogor beberapa waktu lalu.

Menurut Prof. Yovi, kecelakaan kerja yang merengut nyawa seorang pekerja sebagai bentuk kegagalan sistemik dalam perlindungan terhadap keselamatan dan kesehatan pekerja.

Prof. Yovi juga menekankan pentingnya menelaah insiden ini dalam konteks perlindungan K3, terutama terhadap pekerja informal seperti buruh bangunan yang sering kali belum terlindungi secara memadai.

“Kita perlu melihat apakah ini indikasi kegagalan sistem, terutama sistem perlindungan keselamatan kerja terhadap pekerja informal. Ini bukan hanya soal kelalaian individu, tapi soal kegagalan sistem yang mendasarinya,” ucap Prof. Yovi kepada wartawan,  Selasa, 8 Juli 2025.

Teori domino dalam kecelakaan kerja, menurut Prof. Yovi, menunjukkan bahwa sebuah insiden terjadi karena rangkaian kegagalan sebelumnya.

“Misalnya, jika korban tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD), penyebabnya bisa jadi karena tidak disediakan oleh pemberi kerja, bukan semata-mata kelalaian pribadi,” katanya.

“Kalau pekerja tidak memakai APD, jangan-jangan karena dia tenaga informal yang tidak mampu menyediakan sendiri. Padahal itu kewajiban pemberi kerja. Ini menunjukkan tidak adanya sistem manajemen keselamatan yang dijalankan,” tambahnya.

Prof. Yovi mengungkapkan bahwa pemerintah sejatinya sudah memiliki instrumen regulasi yang baik. Namun, implementasinya di lapangan sering kali terganjal berbagai hambatan yang kemudian diabaikan jika tidak terjadi kecelakaan.

“Kita sering menganggap aspek K3 tidak penting hanya karena proyek berjalan tanpa insiden. Padahal keberhasilan tanpa kecelakaan bukan berarti sistemnya sudah benar. Kita tidak tahu kapan kecelakaan bisa terjadi,” tegasnya.

Prof. Yovi menyebut bahwa kejadian di SDN Gang Aut sebagai “fenomena gunung es”, yakni puncak dari permasalahan sistemik yang lebih besar di bawah permukaan. Hal ini menunjukkan lemahnya pengawasan serta implementasi sistem manajemen K3 di proyek-proyek pembangunan.

“Di negara maju, K3 adalah prioritas utama. Sementara di sini, yang terlihat hanya spanduk bertuliskan ‘Budayakan Keselamatan’, tapi penerapannya nihil. Ini PR besar bagi pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat,” ujarnya.

Lebih lanjut, Prof. Yovi mendorong agar penerapan K3 dijadikan syarat utama dalam pengadaan proyek. Pemerintah, sambungnya, harus selektif memilih kontraktor yang memiliki tenaga ahli K3 dan menerapkan sistem manajemen K3 yang memadai, terutama di sektor berisiko tinggi.

“Ketika sudah berbicara soal nyawa, kita tidak lagi bicara statistik. Satu nyawa tetap sangat berharga. Itulah kenapa prinsip zero accident harus menjadi standar, bukan sekadar jargon,” katanya.

“Dan insiden ini harus menjadi momentum evaluasi menyeluruh terhadap sistem K3 di Indonesia agar perlindungan terhadap pekerja benar-benar menjadi prioritas nyata, bukan sekadar formalitas,” katanya lagi.

Sebelumnya, pasca melakukan sidak ke lokasi kejadian, Komisi III DPRD Kota Bogor telah memanggil pihak kontraktor dan pengawas serta dinas pendidikan.

Hasilnya, komisi III mengeluarkan sejumlah poin rekomendasi yang ditujukan kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor diantaranya peningkatan pengawasan pelaksanaan K3 di lapangan, implementasi K3 bukan hanya sebagai syarat lelang, penerapan sanksi atau denda atas pelanggaran K3.

Kemudian, kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan sebelum proyek dimulai, tanggung jawab terhadap keluarga korban, penyusunan dan penempatan prosedur tanggap darurat di lokasi proyek, koordinasi lintas OPD untuk pengawasan proyek fisik serta evaluasi sistem pelaksanaan proyek untuk perbaikan berkelanjutan.

“Komisi III juga menyarankan agar pemkot menetapkan aturan yang memungkinkan pemberian sanksi administratif atau denda bagi kontraktor maupun pengawas proyek yang terbukti lalai dalam menjalankan ketentuan K3, sebagai bentuk pembinaan sekaligus upaya pencegahan insiden di masa mendatang,” ucap Wakil Ketua Komisi III DPRD Kota Bogor, M Benninu Argoebie.

Selain itu, pria yang akrab disapa Benn menekankan bahwa Pemkot Bogor melalui perangkat daerah teknis untuk memperkuat pengawasan atas pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), terutama pada proyek-proyek konstruksi yang didanai oleh APBD.

Jauh sebelumnya, Anggota Komisi III DPRD Kota Bogor, Wishnu Ardiansyah juga menyoroti perihal kecelakaan kerja yang terjadi SDN Gang Aut.

Menurutnya, peristiwa yang menelan korban jiwa saat revitalisasi  SDN Gang Aut agar dijadikan momentum untuk mengevaluasi secara menyeluruh atas penerapan keselamatan kerja di proyek-proyek pemerintah.

Sebagai anggota DPRD, Wishnu juga menilai penting untuk memperkuat pengawasan terhadap proyek-proyek fisik yang dibiayai dari anggaran daerah, khususnya proyek fasilitas publik seperti sekolah.

“Keselamatan kerja itu bukan hanya soal teknis. Itu menyangkut nyawa manusia. Proyek pemerintah harus menjadi contoh dalam kepatuhan terhadap SOP K3,” pungkasnya.

(Erk**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *