BERITA1BOGOR.com – Lahan kavling seluas 1,5 hektar lebih di RW 08 dan RW 14, Kampung Babakan Baru (BBR), Bogor Selatan, Kota Bogor, statusnya kembali dipertanyakan warga.
Warga yang tergabung dalam Forum Komunikasi Babakan Baru Bersatu (FKB3) juga meminta Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor untuk mengembalikan hak atas tanah tersebut dari sewa menjadi kavling.
Menurut Ketua FKB3, Jaenal Solihin, lahan milik negara yang kini dihuni sebanyak 1.200 jiwa dari 500 kepala keluarga diperuntukan untuk warga terkena dampak dari program normalisasi bantaran kali Cibalok di wilayah Warung Bandrek (Warban) dan Kebon Manjah, Kelurahan Bondongan, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor.
“Jadi pada 1982 ada program normalisasi kali Cibalok. Ini program pemerintah. Nah saat itu, warga yang terkena dampak dari program normalisasi bantaran kali Cibalok itu direlokasi ke Cipaku yang saat ini namanya BBR dengan surat penunjukan kavling by name by address. Jadi dalam surat itu sudah ada nama dan nomor kavling,” ucap Jaenal yang akrab disapa Jejen.
Setelah mendapatkan surat penunjukan kavling dari pemerintah, kata Jejen, warga Warban mulai mendirikan bangunan secara mandiri, tanpa adanya bantuan dari pemerintah maupun pihak lain.
“Selang berjalannya waktu, pada tahun 1985 warga Kampung Kebon Manjah mulai ikut direlokasi juga ke BBR,” kata Jejen.
Ditempat yang sama, Santi Chintya Dewi Hardjowasito, kuasa hukum FKB3, mengatakan masalah yang saat ini dihadapi warga BBR terkait janji pemerintah.
“Janji pemerintah memperbolehkan warga untuk mengajukan status tanah menjadi hak milik. Sementara, warga yang direlokasi dampak dari program normalisasi itu tidak pernah terwujud sampai sekarang. Sehingga, kami menuntut Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor untuk mengembalikan status tanah sewa menjadi kavling, menghentikan tagihan sewa, dan menuntut kepastian status tanah menjadi sertifikat,” kata Santi.
Santi juga menjelaskan, upaya untuk memperjuangkan demi terwujudnya tuntutan itu sudah dilakukan.
“Intinya keinginan warga saat ini hentikan sistem sewa dan kembalikan kepada status awal yaitu kavling, dan segera tindaklanjuti sertifikat sesuai harapan dan permintaan warga disini,” tegas Santi.
Pada 1998, lanjut Santi, warga membentuk Panitia Penyelesaian Hak Tanah, saat itu Prona zamannya Pak Soeharto.
“Setelah itu, warga juga membuat proposal untuk buat sertifikat, dan Pemkot Bogor memfasilitasi di tahun 2000-an untuk hak tanah bisa dibeli sama warga, zamannya Pak Iswara (Wali Kota Bogor),” sambungnya.
Meski demikian, proses membuat sertifikat itu tidak juga terealisasikan. Hingga, sekitar tahun 2007-an terjadi perselisihan diantara panitia yang lama, dan terbentuk kepanitiaan yang kedua atau baru.
“Nah disitu, status tanah kavling berubah jadi tanah sewa. Dia (panitia) memasukan program sewa, hingga akhirnya program sewa tanah itu berubah pada tahun 2011 hingga sampai saat ini,” pungkasnya.
(Erk)