BERITA1BOGOR.com – Sejumlah saksi dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) tahun 2023 terus dihadirkan Pengadilan Militer Tinggi II (Dilmilti) Jakarta secara bergantian. Sejauh ini, sudah 13 saksi yang diperiksa Dilmilti II Jakarta guna pendalaman kasus suap tersebut.
Sejauh ini, para saksi yang memenuhi panggilan tersebut sudah memberikan keterangannya secara gamblang kepada Majelis Hakim yang dipimpin Kolonel Chk Adeng terkait adanya aliran Dana Komando (Dako). Akan tetapi, para saksi yang dihadirkan itu tidak mengetahui istilah (Dako) tersebut sebelumnya dan baru mengetahuinya setelah terjadinya OTT yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dari informasi yang dihimpun, istilah Dako diduga sudah menjadi hal yang biasa (lumrah) dan sudah berjalan sebelum Marsdya (Purn) Henri Alfiandi (HA) menjabat sebagai Kabasarnas.
Akan tetapi, seperti yang dikutip dari perkataan HA saat dirinya memimpin Basarnas, Dana Komando biasanya digunakan untuk kepentingan non budgeter lembaga dan tidak untuk digunakan secara pribadi. Dan justeru, kata HA, dengan adanya dana tersebut harusnya menjadi hal terpuji karena bisa mensejahterakan seluruh personel yang ada di Basarnas.
HA juga mengetahui seluruh uang (Dako) yang diduga sebagai suap itu masuk ke Basarnas secara rinci dan jelas tertulis dalam pembukuan keuangan di Basarnas. Namun yang terjadi, sejauh ini permasalahan Dako terus bergulir dan menjadi polemik.
Muhammad Adrian Zulfikar kuasa hukum (HA), yang juga terus mengikuti jalannya sidang melalui staf dan rekannya mengatakan, ketiga saksi yang dihadirkan pada Kamis, 25 Januari 2024 kemarin, yakni Saripah Nurseha selaku Sekretaris Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama, Daniel Kurniawan Putra selaku Staf Finance PT Dirgantara Elang Sakti Eka Sejadi dan Lies Riswati W yang merupakan karyawan di BUMN Bank Mandiri KCP Jakarta Angkasa tidak mengenal dan tidak pernah berhubungan dengan HA.
“Sejauh ini masih terfokus pada Dako, semua sudah jelas sebenarnya. Dan saya tegaskan lagi bahwa seluruh proses pengadaan yang terlaksana di Basarnas sudah sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku semasa pimpinan HA. Tidak ada intervensi apapun dari beliau. Bahkan di masa kepemimpinan HA pengelolaan dan penggunaan anggaran di Basarnas dapat terlaksana secara efisien dan efektif, ini terbukti dan bukan isapan jempol belaka,” tegas Adrian.
Pantauan Sidang
Dalam kasus dugaan suap ini, ada sebanyak 18 orang saksi yang akan diperiksa Dilmilti II Jakarta untuk dimintai keterangannya secara bergantian dengan hari dam jam yang berbeda. Sementara untuk sidang kali ini, tiga saksi yang dipanggil diantaranya Saripah Nurseha selaku Sekretaris Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama, Daniel Kurniawan Putra selaku Staf Finance PT Dirgantara Elang Sakti Eka Sejadi dan Lies Riswatj W yang merupakan karyawan di BUMN Bank Mandiri KCP Jakarta Angkasa.
Sidang yang dipimpin Kolonel Chk Adeng ini berjalan cukup tegang, karena seusai ucap janji ketiga saksi tersebut dicecar dan dimintai keterangan mengenai alur keuangan, sistem proyek yang dikerjakan perusahaan hingga keterlibatan pimpinan mereka dalam kasus ini.
Meski demikian, kesaksian mereka menegaskan bahwa mereka tidak mengetahui terkait aliran Dana Komando (Dako) yang menjadi fokus penyelidikan.
Upaya Penghematan
Lebih jauh lagi, Adrian memaparkan fakta-fakta kinerja HA dalam melakukan upaya-upaya penghematan di tubuh Basarnas. Penghematan dilakukan terhadap pengadaan alat deteksi korban reruntuhan. Yakni, harga 1 set alat yang didapat dari PT Bina Putra Sejati (PT. BPS) adalah Rp4,7 miliar/set, sedang harga awal dari PT Sahabat Inovasi Pertahanan (PT SIP) adalah Rp8,3 M. Sehingga terdapat selisih per setnya Rp3,5 M.
“Dengan kata lain kontrak yang dilakukan sdr. Mulsunadi telah menghemat Rp24,85 M,” ujarnya.
Kontrak pengadaan ini berlanjut untuk memenuhi kebutuhan Kantor-kantor SAR di daerah rawan bencana gempa bumi. Berdasarkan informasi, dibutuhkan minimal 10 set alat untuk 10 daerah rawan, agar bila terjadi bencana gempa bumi Resquer bisa segera mencari korban dengan cepat menggunakan alat canggih ini.
“Dari sasaran 10 set yang akan diadakan, hingga tahun 2023 baru didapat 7 set hingga terjadi OTT. Bila kita hitung secara garis besar pengadaan alat deteksi reruntuhan ini bila tidak adanya bantuan dari PT Sejati, maka Basarnas paling baru memiliki 3 set alat mengingat mahalnya alat canggih tersebut,” jelasnya.
Dengan demikian menurut Adrian tuduhan terhadap Kabasarnas telah merekayasa kontrak yang merugikan Basarnas atau negara sudah terpatahkan. “Justru Basarnas atau negara diuntungkan dengan adanya kontrak pengadaan dengan sdr. Mulsunadi Gunawan dari Sejati Group. Kasus ini menjadi menarik untuk dicermati,” imbuhnya.
Selain itu, HA sejak menjadi Kabasarnas juga telah terbukti melakukan penghematan anggaran dari pembelian BBM. “Basarnas bekerjasama melalui MoU untuk pengisian BBM kapal seluruh Indonesia, yang dulunya BBM dapat dibeli dari sumber mana aja. Dengan terpusatnya pembelian melalui Pertamina, mengakibatkan tahun 2021 dapat dihemat sebanyak Rp38 miliar khusus dari BBM saja. Perlu diketahui dana pembelian BBM ini merupakan belanja modal yang kemudian hasilnya untuk beralih ke belanja barang, salah satunya guna membeli alat deteksi reruntuhan senilai Rp9,6 miliar tersebut,” sebutnya. (Red/*)